Selasa, 27 Maret 2012

MAKALAH SISWA


MOTTO

v   Hidup adalah cerminan kita Dimana disitu ada banyak kekurangan, kelebihan, kelemahan, kekuatan, kesengajaan, ketidak sengajaan, kesalahan dan dosa.
v   Jadikan diri kita yang terbaik dari yang terbaik, carilah ilmu yang bermanfaat kapanpun dimanapun tempatnya dan siapapun orang yang mengajarinya.
v   Jangan pernah takut untuk mencoba menghadapi tantangan dan jangan menyerah atau putus asa sebelum berhasil, karena keberhasilan ada dibalik sebuah tantangan.
v   Didunia ini tidak ada yang tidak mungkin, bilamana kita berusaha , terkecuali ketidak mungkinan itu sendiri.





”Hukum Aqiqah Dalam Syari’at Islam”
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya aqiqah adalah suatu bentuk penebusan dari hal ketergadaian , yang bilamana sang bayi tidask di aqiqahi pada hari ketujuh hingga akhiurnya ia dewasa, maka ia berhutang atas ketergadaian atau aqiqahnya dari godaan syaithan. Karena dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaithan yang dapat mengganggu ank yang baru terlahir, dan ini sesuai dengan makna hadist:

“setiap anak itu tergadai atas aqiqahnya, maka disembelihkan hewan aqiqah untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR.Imam Ahmad dan Ashabussunan, dan dishohihkan oleh at-Tirmidzi)
Maka berdasarkan hal seperti inilah yang dimaksud Imam Ibnul Al-Qoyyim Al-Zauziyyah. Bahwa lepasnya ia dari syaithan adalah membayar atau menebus ketergadaian dengan aqiqahnya. Karena aqiqah merupakan tebusan hutang untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan nanti. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan :

 “Dia tergadai dari memberikan syafaat bagi kedua orqang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
Aqiqahpun merupakan bentuk taqorrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT sekaqligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang di anugerahkan Alloh SWT dengan lahirnya seorang anak, dan sebagai sarana menampakan rasa gembira dalam melaksanakan syri’at islam seta memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
Islam telash memberikan penguiraian yang sangat terperinci mengenai permasalahan-permasalahan yang ada, dari mulai pengertian, pembagian hukum, rukun-rukun beserta syri’at-syari’atnya, berikut dengan hal yang berkaitan dengan qaqiqah itu sendiri.
Hal inilah yang telah menarik perhatian penulis, sehingga penulis mengangkat judul : “ Hukum Aqiqah Dalam Syari’at Islam”, dalam karya tulisnya, guna menelusuri pendapat-pendapat yang paling shohih dari beberapa pendapat mengenai hukum aqiqah itu sendiri.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan aqiqah?
2.      Mengapa aqiqqah harus dilakukan?
3.      Bagaimana pendapat menurut para ulama mengenai aqiqah?
C.  Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa itu aqiqah.
2.      Untuk mengetahui hukum aqiqah dalam syari’at islam.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya aqiqah.
4.       Juga untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
D.  Metode Pembahasan Masalah
Dalam pembahasan karya tulis yang berjudul Hukum Aqiqah Dalam Syari’at Isalam ini, penulis menggunakan metode pustaka saja yakni sebagai berikut ; penulis mengumpulkan dan mengambil materi dari buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan yang diangkat dalam penulisan karya tulis ini.
E.   Sistematiksa Pembahasan Masalah
Agar lebih mudah memahami materi dalam pembahasan karya tulis ini, maka penulis menyusun sistematika pembashasan sebagai berikut :
BAB I    : Pendahuluan, berisai tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan   Masalah,  tujuan       
Pembahasan Masalah, Metode Pembahasan Masalah dan Sistematika Pembahasan   Masalah.
BAB II      :  Aqiqah dan Permasalahannya, berisi  tentang : Definisi Aqiqah, Hikmah  Aqiqah, Pelaksanaan Aqiqah, Syarat Aqiqah, Hewan Sembelihannya, Kadar Jumlah Hewan, Pembagian Aqiqah.
BAB III          : Hukum Aqiqah Dalam Syari’at Islam, berisi tentang : Pendapat Para     Ulama Mengenai  Analisa Dalam Bab Aqiqah beserta manfaatnya.
BAB IV          :  Penutup, berisi tentang : Kesimpulan dan Saran-saran.













BAB II
AQIQAH DAN PERMASALAHANNYA

A.  Definisi Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata ‘aqq dan yang berarti memotong /menyembelih (kambing) dan melubangi “(telinga)” pada hari ke tujuh setelah kelahiran seorang anak. Menurut bahasa aqiqah berarti pemotongan. Dan ada juga yang  menyatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga ia adalah rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih unutk menebus bayi yang telah dilahirkan.

B.  Hikmah Aqiqah
Aqiqah menurut syeikh Abdulloh Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir disebuah situs memiliki sebuah hikmah dan banyak sekali manfaat yang akan didapat dengan beraqiqah, diantaranya yaitu :
1.      Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyulloh Ibrohim AS tatkala Alloh SWT menebus putra Ibrohim yang tercinta Isma’il AS.
2.      Bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Alloh SWT sekaligus sebagai rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Alloh SWT dengan dilahirkannya seorang anak.
3.      Sebagai sarana menampakan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at islam dan bertambahnya keturunan mukmin dikemudian hari yang akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat.
4.      Memperkuat ukhuwah (persaudaraan) dan tali silaturohmi diantara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir.
5.      Pembelaan orang tua dihari kemudian.
6.      Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Isma’il AS dan Nabi Ibrohim AS.
7.      Sebaqgai sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat.
8.      Membebaskan anak dari ketergadaian sehingga terlepas dari godaan syaitan dalam urusan dunia dan akhiratsebagaimana seperti menurut judul milik Drs. Zaki Akhmad dalam bukunya “Kiat Membina Anak Sholeh”.

C.  Pelaksanaan Aqiqah
rosululloh SAW mencontohkan pada hari ke tujuh mencukur rambut bayi, lalu memberinya nama yang baik dan menyembelihkan kibsy (domba putih) untuk aqiqah, ini berdasarkan hadist Nabi SAW  :

“Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya, , maka disembelihkan hewan aqiqah untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR.Imam Ahmad dan Ashabussunan, dan dishohihkan oleh at-Tirmidzi)
Dan bilamana belum mampu untuk melaksanakannya pada hari ke tujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bilamana masih belum mampu juga, maka bias dilaksanakan pada hari ke dua puluh satu nya, ini berdasarkan hadist Abdulloh Ibnu Buraidah dari ayahnya, Nabi SAW berkata :


“Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ke tujuh , ke empat belas, dan ke dua puluh satu”. (hadist hasan riwayat al Baihaqiy)

Namun setelah tiga minggu masih belum mampu juga maka kapan saja pelaksanaan aqiqah itu dapat dilaksanakan hingga akhirnya mampu untuk  melaksankannya, karena pelaksanaan pada hari ke tujuh, ke empat belas, dank e dua puluh satu adalah sifatnya sunnah dan paling utuma adalah bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.

Bahkan bayi yang meninggalo dunia sebelum hari ke tujuh disunnahkan juga untuk melaksakan aqiqahnya, juga disunnjahkan bagi bayi yang keguguran  untuk disembelihkan aqiqahnya, meskipun masih dalam kandungan akan tetapi dengan syarat janin sudah berusia empat bulan Adidalam kandungan ibunya.

Bila seorang anak belum juga disembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga akhirnya ia dewasa, maka dia bias menyembelih hewan aqiqah dari dirinya sendiri,menurut  (syeikh Sholih Al Fauzan) berkata: dan bila tidak di aqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri, maka hal itu tidak apa-apa.

D.  Syarat Aqiqah
1.      Berniat yang benar sebagaimana berwudhu dan sholat.
2.      Sesuai waktu yang diisyaratkan.
3.      Domba/kambing harus sehat dan tidak cacat, sama halnya pada waktu berkurban dihari idul adha.
4.      Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat, umur minimal setengah tahun dan kambing  jawa minimal satu tahun.
5.      Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor.

E.   Hewan Sembelihannya
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk beraqiqah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan disembelih untuk kurban, dari mulai sisi usia dan kriteria usianya tidak cacat dan tidak sakit.
Imam Malik berkata : Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhiyah (kurban), tidak boleh dalam aqiqah ini menggunakan hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi’I juga berkata : dan harus dihindari dalam menggunakan hewan aqiqah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam berkurkan. Dan didalam aqiqah tidak diperbolehkan berserikat (patungan urunan) sebagaimana dalam udhiyah, baik kambing/domba, atau sapi, atau unta. Sehingga bila seorang aqiqah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.
F.   Kadar Jumlah Hewan
Kadar aqiqah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki ataupun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rohimahulloh : “sesungguhnya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba”. (hadist shohih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)

Ini adalah kadar yang cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadist-hadist berikut ini :
1.      Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya : “Nabi SAW memerintahkan agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor doma dan dari anak perempuan satu ekor”. (hadist sanadnya shohih riwayat Imam Ahmad dan Ashabusunnan)
2.      Dari Aisyah RA berkata : bahwa Nabi SAW bersabda :
“Nabi SAW memerintahkan kepada mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor”. (shohih riwayat At-Tirmidzi)

Dan karena kebahagiaan dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkan nya anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat dari perempuan dalam banyak hal.

G.  Pembagian Daging Aqiqah
Pembagian daging nya sama seperti pembagian daging adapun dagingnya bisa dia (orang tua anak) untuk memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan lagi sebagian lagi. Berikut  mengenai pembagiannya :
v  Syeikh Utsmain berkata : dan tidak apa-apa dia mensodaqohkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang.
v  Syeikh Jibrin berkata : sunnahnya dia memakan sepertiganya, lalu menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya.















BAB III
Hukum Aqiqah Dalam Syari’at Islam

A.  Pendapat Para Ulama Mengenai Analisa Dalam bab Aqiqah Beserta Manfaatnya.
a.    Pengertian Aqiqah
Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal_25-26, mengatakan bahwa : Imam Jauhari berkata : Aqiqah ialah “men yembelih hewan pada hari ke tujuh dan mencukur rambutnya”. Selanjutnya Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata : “dari penjelasan ini jelaslah bahwa aqiqah itu disebut demikian karena mengandung dua unsur diatas dan ini lebih utama ”.
Imam Akhmad dan Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila ditinjau dari segi syar’i maka yang dimaksud dengan aqiqah adalah makna berkurban atau meneyembelih (An-Nasikah).

b.    Dalil-Dalil Syar’i Tentang Aqiqah
Hadits No 1:
Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : rosululloh bersabda : “aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya”. [Shohih Hadits Riwayat Bukhori (5472), untuk lebih lengkapnya lihat fathul bari (9/590-592), dan Irwaul Gholil (1171), Syaikh Albani].
Makna menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau menghilangkan semua gangguan yang ada [Fathul Bari (9/593), dan Nailul Authar (5/35), cetakan Darul Kutub Al-Ilmiyah, pent].
Hadits No 2 :
Dari Samrah bin Jundab, dia berkata : Rosululloh bersabda : “semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya”. [Shohih, Hadits Riwayat Abu Daud (2838), Tirmidzi (1552), Nasa’i (7/166), Ibnu Majah (3163), dengan sanad hasan].
Hadits No 3 :
Dari Aisyah, dia berkata : Rosululloh bersabda : bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan peremouan satu kambing”. [Shohih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31,158,251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163), dengan sanad hasan].
Hadits No 4 :
Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rosululloh bersabda : “mengaqiqahi Hasan dan Husain dengan satu kambing dan satu kambing”. [Shohih, Hadits Riwayat Abu Daud (2841), Ibnu Jarud dalam kitab Al-Muntaqo (9/12), Thabrani (11/316), dengan sanadnya sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel’ied].
Hadits No 5 :
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rosululloh bersabda : “barang siapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan utuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing”. [Sanadnya Hasan, Hadits Riwayat Abu Daud (2843), Nasa’i (7/162-163), Ahmad (2286-3176) dan Abdur Rojaq (4/330), dan shohihkan oleh Al-Hakim (4/328)].
Hadits No 6 :
Dari Fatimah bin Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rosululloh bersabda : “cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya”. [Sanadnya Hasan, hadits Riwayat Ahmad (6/930), Thabrani dalam “Mujamul Kabir’ (1/121/2), dan Baihaqi (9/304), dari Syuraiq dari Abdillah bin Muhammad bin Uqoil].
Dari dalil-dalil yang diterangakan diatas maka dapat diambil hukum-hukum mengenai seputar aqiqah  dan hal iini dicontohkan oleh Rosululloh, para sahabat, para ulama salafus sholih.
c.     Hukum-Hukum seputar Aqiqah
Al-Allamah Imam Asy-Syaukhani rohimahulloh berkata dalam Nailul Authar (6/213) : “Jumhur Ulama berdalil atas sunnahnya aqiqah dengan hadits Nabi : “…..berdasarkan hadis no 5  dari Amr bin syu’aib”.
v  BANTAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI DAN MEMBID’AHKAN AQIQAH
Ibnu Mundzir rohimahulloh membantah mereka dengan mengatakan bahwa : “orang-orang ‘Aqlaniyyum (orang-orang yang mengukur kebenaran dengan akalnya, saat ini seperti sekelompok orang yang menamakan sebagai kaum islam liberal, pen) mengingkari sunnahnya aqiqah, pendapat mereka ini jelas menyimpang jauh dari hadits-hadits yang tsabit (shohih) dari rosululloh karena berdalih dengan hujjah yang lebih lemah dari sarang laba-laba”. [sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qoyim Al Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal 20, dan Ibnu Hajar Al Asqolqni dalam “Fathul Bari” (9/588)].

v  WAKTU AQIQAH PADA HARI KETUJUH
Berdasarkan hadits no 2 dari Samrah bin Jundab. Para ulama berpendapat dan sepeakat bahwa waktu aqiqah yang paling utama adalah hari ketujuh dari hari kelahirannya. Namun mereka berselisih pendapat tentang bolehnya melaksanakan aqiqah sebelum hari ketujuh atau sesudahnya. Al hafidz Ibnu Hajar rohimahulloh berkata dalam kitabnya “Fathul Bari” (9/594) :
“Sabda rosululloh pada perkataan“ pada hari ketujuh kelahirannya” (hadits no 2), ini sebagai dalil orang yang berpendapat bahwa waktu aqiqah itu adanya pada hari ketujuh dan orang yang melaksanakan nya sebelum hari ketujuh berarti tidak melaksanakan aqiqah tepat pada waktunya, bahwasannya syari’at aqiqah akan gugur setelah hari ketujuh. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik. Beliau berkata : “kalau bayyi itu meninggal sebelum hari ketujuh maka gugurlah sunnah aqiqah bagi kesua orang tuanya”.
Sebagian membolehkan melaksanakannya sebelum hari ketujuh. Pendapat ini dinukil Ibnu Qoyim Al Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal 35. Sebagian lagi berpendapat boleh dilaksanakan setelah hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” (7/527).
Sebagian ulama lainnya membatasi waktu pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh maka boleh pada hari keempat belas, jika tidak bisa, boleh dikerjakan pada hari kedua puluh satu. Berdalil dari riwayat Thabrani dalam kitabnya “As-Shogir” (1/256) dari Isamail bin Muslim dari Qotadah dati Abdulloh bin Buraidah :
“kurban untuk oelaksanaan aqiqah, dilaksanakan pada hari ketujuh atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu”.

v  BERSEDEKAH DENGAN PERAK SEBERAT TIMBANGAN RAMBUT
Syaikh Ibrohiom bin Muhammad bin Salim bin Dhoyyan berkata : “Dan disunnahkan mencukur rambut bayi bersedekah dengan perak seberata timbangan rambutnya dan diberi nama pada hari ketujuhnya. Masih ada ulama yang menerangkan tentang sunnahnya amalan tersebut (bersedekah dengan perak), seperti : Ibnu Hajar Al Asqolani, Imam Ahmad, dan lain-lain”.
Adapun hadits tentang perintah untuk bersedekah dengan emas, ini adalah hadits dhoif.

v  TIDAK ADA TUNTUNAN BAGI ORANG DEWASA UNTUK AQIQAH ATAS NAMA DIRINYA SENDIRI
Sebagian ulama mengatakan : “seseorang yang tidak diaqiqahi pada masa kecilnya maka boleh melakukannya sendiri ketika sudah dewasa”. Mungkin mereka berpegang dengan hadits anas yang berbunyi : ”Rosululloh mengaqiqahi dirinya sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi”. [dhoif mungkar, Hadits Riwayat Abdur Rozak (4/326) dan Abu Syaikh dari jalan qotadah dari Anas]
Sebenarnya merek tidak punya hujjah sama sekali karena haditsnya dhoif dan mungkar. Telah dijelaskan pula bahwa nasikah atau aqiqah hanya pada satu waktu (tidak ada waktu lain) yaitu pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Tidak diragukan lagi bahwa ketentuan waktu aqiqah ini mencakup orang dewasa maupun anak kecil.

v  AQIQAH UNTUK ANAK LAKI-LAKI DUA KAMBING DAN PEREMPUAN SATU KAMBING
Berdasarkan hadits no 3 dan no 5, dari Aisyah dan ‘Amr bin Syu’aib. “setelah menyebutkan dua hadits diatas, Al hafidz Ibnu Hajar berkata dalam “Fathul Bari” (9/592) : “Semua hadits yang bermakna dengan ini menjadi hujjah bagi Jumhur Ulama dalam membedakan antara bayi laki-laki dan bayi perempuan dalam masalah aqiqah”.
Imam Ash-Shan’ani rohimahulloh dalam kitabnya “Subulus Salam” (41427) mengomentari hadits Aisyah tersebut diatas dengan perkataannya : “hadits ini menyatakan bahwa jumlah kambing yang di sembelih untuk bayi perempuan ialah setengah dari bayi laki-laki”.
Al-‘Allamah Sidiq Hasan Khan rohimahulloh dalam kitabnya “Raudhotun Nadiyyah” (2/26) berkata : “telah menjadi ijma’ ulama bahwa aqiqah untuk bayi perempuan adalah satu kambing”.
Penulis menyimpulkan bahwa : “ketetapan ini (bayi laki-laki dua ekor kambing dan bayi perempuan satu ekor kambing)”.

v  BOLEH AQIQAH BAYI LAKI-LAKI DENGAN SATU KAMBING
Berdasarkan hadits no 4 dari Ibnu Abbas. Sebagian ulam berpendapat boleh mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing yang dinukil dari perkataan Abdulloh bin Umar, Urwan bin Zubair Imam Malik dan lain-lain mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas diatas.
Tetapi Al hafidz Ibnu Hajar rohimahulloh berkata dalam kitabnya “Fathul Bari” (9/592): “…meskipun hadits riwayat Ibnu Abba situ tsabit (shohih), tidaklah menafikkan hadits mutawatir yang menentukan dua kambing untuk bayi laki-laki. Maksud hadits itu hanyalah untuk bolehnya mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing”.
Sunnah ini hanya berlaku untuk orang yang tidak mampu melaksanakan aqiqah dengan dua kambing. Jika dia mampu, maka sunnah yang shohih adalah laki-laki dua ekor kambing.






BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
v  Aqiqah ialah “menyembelih hewan pada hari ketujuh dan mencukur rambutnya”, guna membebaskan dari ketergadaian.
v  Hukum Aqiqah yaitu sunnah muakhadah yang bilamana pada hari ketujuh belum dapat melaksanakan nya, maka dapat dilaksanakan pada hari keempat belas, bilamana masih belum dapat melaksanakannya, dapat dilaksanakan pada hari kedua puluh satu, dan jika pada hari kedua puluh satu masih belum dapat juga melaksanakannya,  maka boleh dilaksanakan dengan sendirinya ketika dewasa.
v  Imam Ahmad dan Jumhur Ulama berpendapat bahwa apabila ditinjau dari segi syar’i, maka yang dimaksud dengan aqiqah adalah makna berkurban atau menyembelih (An-Nasikh).
v  Hikmah aqiqah, dari beberapa banyak hikmah aqiqah salah satunya yaitu: bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Alloh swt sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Alloh swt dengan lahirnya sang anak.
B.  Saran-saran
Kita sebagai umat muslim wajib atau disunnahkan mengikuti jejak rosululloh saw, salah satu diantaranya ialah “aqiqah”, dimana aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran sang anak. Aqiqah itu sendiri sebagai rasa syukur terhadap karunia yang telah diberikan kepada kita semua.